Dalam hal pemilikan tanah, masyarakat
tradisional Biak mengenal pola Pemilikan yang besifat Kolektif. Dalam hal ini tanah dikuasai bersama-sama
oleh anggota Keret/Marga (Kelompok Kekerabatan). Dengan kata lain pemilikan tanah secara
perorangan tidak ada. Namun demikian
hak-hak perorangan tetap diberikan secara terbatas hanya untuk pengolahan
sebidang tanah secara terus menerus.
Setiap pengalihan hak mengolah tanah harus diketahui dan disetujui oleh
anggota lainnya. Penguasaan tanah keret
yang memiliki hak kesulungan menurut gars keturunan dalam keret yang
bersangkutan. Hak kesulungan ini
ditetapkan jatuh pada setiap anak laki-laki sulung dari saudara tertua secara
turun temurun.
Status seseoarang dalam kehidupan
bersama di suatu kampung sangat ditentukan oleh kedudukannya terhadap
tanah. Mereka yang tergolong
“Suprimanggun”, yaitu para pemilik sah atas tanah keret, mendapat status sosial
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan mereka yang tergolong sebagai
“Mandaman”, yaitu keret lain yang menumpang hidup diatas tanah keret
“Suprimanggun”. Untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, para Mandaman dapat diperbolehkan mengolah sebidang tanah atas
persetujuan para Suprimanggun tadi.
Masyarakat adat Biak mengenal beberapa
jenis benda yang dianggap memiliki nilai dan dapat dipergunakan sebagai alat
tukar maupun untuk membayar mas kawin.
Benda-benda tersebt ntara lain berupa Piring antic, Piring Porselen
biasa, gelang perak dan Sanfar (sejenis gelang terbuat dari kulit kerang). Dalam bahasa Biak, benda-benda berharga itu
disebut “Papus” atau “Roibena”.
Masarakat adat Biak terdiri dari
berbagai kelompok kekerabatan yang disebut “Keret” atau “Er”. Keret atau Er tersebut bersifat “patrineal”
dan eksogam. Artinya kelompok-kelompok
kekerabatan tersebut menarik garis keturunan dari Pihak Laki-laki (ayah) dan
mengambil pasangan isteri dari luar keretnya sendiri. Sesudah menikah umumnya pasangan baru itu
menetap di dusun pihak suami (Patrilokal).
Pengetahuan Orang
Biak terhadap Lingkungannya
Pada umumnya orang Biak yang
menetap di Desa-desa/ Kampung-kampung di Kabupaten Biak Numfor menggantungkan
hidupnya pada perladangan berpindah-pindah, perburuan dan menangkap ikan. Di beberapa tempat ada pula yang meramu sagu
sebagai makanan pokok. Tidak ada pola
yang jelas untuk memisahkan kegiatan perladangan dengan perburuan atau
penangkapan ikabn sebagai kegiatan pokok oleh karena kegiatan berburu dan
menangkap ikan hanya dilakukan sebagai kegiatan atau usaha sampingan saja yang
hasilnya sekedar dijadikan pelengkap menu sebaai lauk pauk.
Dengan pola mata pencaharian yang
demikian, istilah tani pada orang Biak mengandung makna kegiatan berladang,
berburu, manangkap ikan dan meramu sagu. Dengan latar belakang pola kehidupan
ekonomi yang sedemikian rupa yang berhubungan dengan darat (tanah dan hutan
serta hewan buruan) dan laut (berbagai jenis ikan), orang Biak memiliki
pengetahuan tentang Gejala-gejala alam yang merupakan petunjuk praktis dalam
melakukan kegiatannya sehari-hari baik yang berhubungan dengan kegiatan
bercocok tanam, berburu maupun menangkap ikan.
Perhitungan musim ditentukan
berdasarkan dua konstalasi bintang, yaitu Konstalasi Orion dan Scorpio. Dalam bahasa setempat Konstalalsi Orion
disebut sawakoi sedangkan Konstalasi Scorpio disebut “Romangguandi”. Romangguandi terdiri atas sejumlah bintang
yang terangkai dalam himpunan bintang yang tampaknya menyerupai seekor ular
raksasa (naga) dengan bintang selatan sebagai ekornya. Saat Romangguandi berada di bawah garis
horizontal (garis permukaan laut), saat itu sedang berlangsung musim angin
barat yang kering disertai dengan keadaan laut yang bergelombang. Sesudah itu datanglah masa tenang atau musim
teduh ketika Romangguandi berada di atas garis Horizontal.
Musim tanam mulai bila sawakoi tenggelam dan
Romangguandi Nampak keseluruhannya di atas garis permukaan laut di ufuk timur. Selama
musim tanam berlangsung, dengan berbagai posisi dari konstalasi yang ada orang
mencoba menemukan dengan tepat kondisi yang paling cocok. Jika suatu posisi ternyata berhasil, mereka
akan meletakkan sepotong batu di dalam kebun sebagai patokan atau tanda untuk
masa-masa berikutnya.
Jenis tanaman yang ditanam dengan
perhitungan musim tanam berdasarkan konstalasi sebagai tradisi orang Biak
adalah Kacang Hijau, Jagung dan Otong (Sejenis gandum yang disebut Pokem dalam
bahasa Biak). Jenis tanaman itu pula
yang pembersihan lahannya dilakukan dengan membabat dan membakar hutan.
Musim ikan disebut Musim Wampasi
yang berlangsung antara bulan April-September.
Gejala-gejala yang dijadikan Patokan umum antara lain adalah :
Pasang-surut air laut yang melebihi batas rata-rata pada pagi dan sore hari
(Pasang naik) dan siang serta malam hari (Surut).
PENGETAHUAN TENTANG
LINGKUNGAN FISIK
Bayangan orang Biak mengenai
dunia ini sangat dualistis. Timur dan
Utara merupakan tempat bercokolnya kekuatan-kekuatan yang berpengaruh baik
terhadap nasib manusia. Kekuasaan atau
kekuatan alam tadi berada pada dunia awan yaitu lapisan kedua di bawah Nanggi,
yaitu pusat atau sumber kekuasaan sentral yang mengatur jagad raya ini. Bumi dan tanah yang ditempati roh-roh batu
dan gunung merupakan lapisan ketiga sesudah dunia awan, sedangkan lapisan
keempat berada di bawah bumi dan didasar laut yang merupakan alam orang mati.
Pada alam yang nyata, bukan
bayangan, orang Biak membagi lingkungannya menjadi lingkungan darat
(Sup/Barbonde/ri) dan lingkungan laut (swan/barbonda/ri). Lingkungan darat selanjutnya digolongkan lagi
menurut criteria tertentu. Hutan misalnya
dibedakan menjadi Sup Marires dan Sup Mbrur.
Sup marires umumnya dimaksudkan mencakup hutan kerdil yang letaknya
dekat pantai. Sedang Sup Mbrur adalah
hutan pedalaman yang umumnya ditumbuhi pepohonan yang cukup besar dan
lebat. Ada jenis tumbuhan tertentu yang
hanya ditemukan tumbuh pada sup marires antara lain dalam bahasa Biak adalah
Manspai, Safer, Ayoi. Sebaliknya pohon
matoa dan beberapa jenis pohon tertentu merupakan tumbuhan yang khas untuk sup
Mbrur.
Selain kedua hutan daratan tersebut,
orang Biak juga mengenal dengan baik jenis-jenis pohon yang tumbuh pada
kawasan-kawasan pantai basah, yaitu Hutan bakau.
Dalam bahasa Biak, tanah disebut
Saprop, sedangkan tanah beserta hutannya biasanya disebut Sup. Oleh karena itu tanah di kawasan Marires
kadang juga disebut Sup Marires, demikian juga tanah pada kawasan mbrur disebut
juga sup mbrur. Singkatnya sup dan
saprop kadang dipergunakan untuk arti yang sama yaitu tanah dan hutan.
Tanah sup marires umumnya kering dan
kurang subur, sedangkan tanah pada sub mbrur umumya agak basah dan gembur
sehingga cukup subur untuk dijadikan lahan kebun/ ladang. Untuk Jenis tanah rawa atau disebut Marser
adalah jenis tanah yang umumnya ditumbuhi oleh rumpun-rumpun sagu.
TEKNOLOGI TRADISIONAL
DALAM PENGOLAHAN LADANG
Orang Biak di pedesaan hidup dari
bercocok tanam dengan system peladangan berpindah-pindah. Kedua jenis lahan/ hutan diperlakukan berbeda
dalam pemanfaatannya. Lahan Marires umumnya
diolah dengan pola membabat atau menebas-membakar-membersihkan dan
menanam. Sedangkan Mbrur yang merupakan
lahan kebun utama dikerjakandengan pola pengolahan
merambah/membabat-menanam-menebang. Pola
pengerjaan lahan kebun utama ini antara lain Pertama dengan merambah dan
mencabuti semak belukar dan menebang pepohonan kecil di bawah rindangan
pepohonan yang besar. Tahap kedua adalah
menanam bibit atau tunas-tunas keladi maupun talas sebagai tanaman utama. Tahap ketiga, yaitu tahap penebangan
pepohonan yang besar-besar yang dilakukan setelah tanaman baru berumur dua
sampai tiga minggu, pada waktu tanaman mengeluarkan satu sampai dua helai daun
baru. Ranting-ranting kayu dan dedaunan
dari pepohonan yang telah ditebang itu ditebar hingga merata sehingga
diharapkan nantinya menjadi bahan penyubur tanama bila sudah menjadi
lapuk. Setelah tahap penanaman selesai
dan pepohonan besar ditebang lalu dilanjutkan denganpembuatan pagar untuk
mengamankan ladang dari serangan hama babi hutan.
thx buat tulisannya, sangat bermanfaat untuk pemahaman umum dan yang terpenting semoga memberikan pengethuan tentang adat, budaya, bahasa,kepada kaum muda mudi myos byak, khususnya bagian matahari terbit (bar oridek)
BalasHapus