Minggu, 20 November 2011

TANAH BAGI ORANG BIAK



         Dalam hal pemilikan tanah, masyarakat tradisional Biak mengenal pola Pemilikan yang besifat Kolektif.  Dalam hal ini tanah dikuasai bersama-sama oleh anggota Keret/Marga (Kelompok Kekerabatan).  Dengan kata lain pemilikan tanah secara perorangan tidak ada.  Namun demikian hak-hak perorangan tetap diberikan secara terbatas hanya untuk pengolahan sebidang tanah secara terus menerus.  Setiap pengalihan hak mengolah tanah harus diketahui dan disetujui oleh anggota lainnya.  Penguasaan tanah keret yang memiliki hak kesulungan menurut gars keturunan dalam keret yang bersangkutan.  Hak kesulungan ini ditetapkan jatuh pada setiap anak laki-laki sulung dari saudara tertua secara turun temurun.

         Status seseoarang dalam kehidupan bersama di suatu kampung sangat ditentukan oleh kedudukannya terhadap tanah.  Mereka yang tergolong “Suprimanggun”, yaitu para pemilik sah atas tanah keret, mendapat status sosial yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan mereka yang tergolong sebagai “Mandaman”, yaitu keret lain yang menumpang hidup diatas tanah keret “Suprimanggun”.  Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, para Mandaman dapat diperbolehkan mengolah sebidang tanah atas persetujuan para Suprimanggun tadi.

         Masyarakat adat Biak mengenal beberapa jenis benda yang dianggap memiliki nilai dan dapat dipergunakan sebagai alat tukar maupun untuk membayar mas kawin.  Benda-benda tersebt ntara lain berupa Piring antic, Piring Porselen biasa, gelang perak dan Sanfar (sejenis gelang terbuat dari kulit kerang).  Dalam bahasa Biak, benda-benda berharga itu disebut “Papus” atau “Roibena”.

         Masarakat adat Biak terdiri dari berbagai kelompok kekerabatan yang disebut “Keret” atau “Er”.  Keret atau Er tersebut bersifat “patrineal” dan eksogam.  Artinya kelompok-kelompok kekerabatan tersebut menarik garis keturunan dari Pihak Laki-laki (ayah) dan mengambil pasangan isteri dari luar keretnya sendiri.  Sesudah menikah umumnya pasangan baru itu menetap di dusun pihak suami (Patrilokal).

Pengetahuan Orang Biak terhadap Lingkungannya

     Pada umumnya orang Biak yang menetap di Desa-desa/ Kampung-kampung di Kabupaten Biak Numfor menggantungkan hidupnya pada perladangan berpindah-pindah, perburuan dan menangkap ikan.  Di beberapa tempat ada pula yang meramu sagu sebagai makanan pokok.  Tidak ada pola yang jelas untuk memisahkan kegiatan perladangan dengan perburuan atau penangkapan ikabn sebagai kegiatan pokok oleh karena kegiatan berburu dan menangkap ikan hanya dilakukan sebagai kegiatan atau usaha sampingan saja yang hasilnya sekedar dijadikan pelengkap menu sebaai lauk pauk.

         Dengan pola mata pencaharian yang demikian, istilah tani pada orang Biak mengandung makna kegiatan berladang, berburu, manangkap ikan dan meramu sagu. Dengan latar belakang pola kehidupan ekonomi yang sedemikian rupa yang berhubungan dengan darat (tanah dan hutan serta hewan buruan) dan laut (berbagai jenis ikan), orang Biak memiliki pengetahuan tentang Gejala-gejala alam yang merupakan petunjuk praktis dalam melakukan kegiatannya sehari-hari baik yang berhubungan dengan kegiatan bercocok tanam, berburu maupun menangkap ikan.

         Perhitungan musim ditentukan berdasarkan dua konstalasi bintang, yaitu Konstalasi Orion dan Scorpio.  Dalam bahasa setempat Konstalalsi Orion disebut sawakoi sedangkan Konstalasi Scorpio disebut “Romangguandi”.  Romangguandi terdiri atas sejumlah bintang yang terangkai dalam himpunan bintang yang tampaknya menyerupai seekor ular raksasa (naga) dengan bintang selatan sebagai ekornya.  Saat Romangguandi berada di bawah garis horizontal (garis permukaan laut), saat itu sedang berlangsung musim angin barat yang kering disertai dengan keadaan laut yang bergelombang.  Sesudah itu datanglah masa tenang atau musim teduh ketika Romangguandi berada di atas garis Horizontal.

        Musim tanam mulai bila sawakoi tenggelam dan Romangguandi Nampak keseluruhannya di atas garis permukaan laut di ufuk timur. Selama musim tanam berlangsung, dengan berbagai posisi dari konstalasi yang ada orang mencoba menemukan dengan tepat kondisi yang paling cocok.  Jika suatu posisi ternyata berhasil, mereka akan meletakkan sepotong batu di dalam kebun sebagai patokan atau tanda untuk masa-masa berikutnya.
Jenis tanaman yang ditanam dengan perhitungan musim tanam berdasarkan konstalasi sebagai tradisi orang Biak adalah Kacang Hijau, Jagung dan Otong (Sejenis gandum yang disebut Pokem dalam bahasa Biak).  Jenis tanaman itu pula yang pembersihan lahannya dilakukan dengan membabat dan membakar hutan.
Musim ikan disebut Musim Wampasi yang berlangsung antara bulan April-September.  Gejala-gejala yang dijadikan Patokan umum antara lain adalah : Pasang-surut air laut yang melebihi batas rata-rata pada pagi dan sore hari (Pasang naik) dan siang serta malam hari (Surut).

PENGETAHUAN TENTANG LINGKUNGAN FISIK

         Bayangan orang Biak mengenai dunia ini sangat dualistis.  Timur dan Utara merupakan tempat bercokolnya kekuatan-kekuatan yang berpengaruh baik terhadap nasib manusia.  Kekuasaan atau kekuatan alam tadi berada pada dunia awan yaitu lapisan kedua di bawah Nanggi, yaitu pusat atau sumber kekuasaan sentral yang mengatur jagad raya ini.  Bumi dan tanah yang ditempati roh-roh batu dan gunung merupakan lapisan ketiga sesudah dunia awan, sedangkan lapisan keempat berada di bawah bumi dan didasar laut yang merupakan alam orang mati.
 
        Pada alam yang nyata, bukan bayangan, orang Biak membagi lingkungannya menjadi lingkungan darat (Sup/Barbonde/ri) dan lingkungan laut (swan/barbonda/ri).  Lingkungan darat selanjutnya digolongkan lagi menurut criteria tertentu.  Hutan misalnya dibedakan menjadi Sup Marires dan Sup Mbrur.  Sup marires umumnya dimaksudkan mencakup hutan kerdil yang letaknya dekat pantai.  Sedang Sup Mbrur adalah hutan pedalaman yang umumnya ditumbuhi pepohonan yang cukup besar dan lebat.  Ada jenis tumbuhan tertentu yang hanya ditemukan tumbuh pada sup marires antara lain dalam bahasa Biak adalah Manspai, Safer, Ayoi.  Sebaliknya pohon matoa dan beberapa jenis pohon tertentu merupakan tumbuhan yang khas untuk sup Mbrur.

         Selain kedua hutan daratan tersebut, orang Biak juga mengenal dengan baik jenis-jenis pohon yang tumbuh pada kawasan-kawasan pantai basah, yaitu Hutan bakau.

         Dalam bahasa Biak, tanah disebut Saprop, sedangkan tanah beserta hutannya biasanya disebut Sup.  Oleh karena itu tanah di kawasan Marires kadang juga disebut Sup Marires, demikian juga tanah pada kawasan mbrur disebut juga sup mbrur.  Singkatnya sup dan saprop kadang dipergunakan untuk arti yang sama yaitu tanah dan hutan.

         Tanah sup marires umumnya kering dan kurang subur, sedangkan tanah pada sub mbrur umumya agak basah dan gembur sehingga cukup subur untuk dijadikan lahan kebun/ ladang.  Untuk Jenis tanah rawa atau disebut Marser adalah jenis tanah yang umumnya ditumbuhi oleh rumpun-rumpun sagu.

TEKNOLOGI TRADISIONAL DALAM PENGOLAHAN LADANG

       Orang Biak di pedesaan hidup dari bercocok tanam dengan system peladangan berpindah-pindah.  Kedua jenis lahan/ hutan diperlakukan berbeda dalam pemanfaatannya.  Lahan Marires umumnya diolah dengan pola membabat atau menebas-membakar-membersihkan dan menanam.  Sedangkan Mbrur yang merupakan lahan kebun utama dikerjakandengan pola pengolahan merambah/membabat-menanam-menebang.  Pola pengerjaan lahan kebun utama ini antara lain Pertama dengan merambah dan mencabuti semak belukar dan menebang pepohonan kecil di bawah rindangan pepohonan yang besar.  Tahap kedua adalah menanam bibit atau tunas-tunas keladi maupun talas sebagai tanaman utama.  Tahap ketiga, yaitu tahap penebangan pepohonan yang besar-besar yang dilakukan setelah tanaman baru berumur dua sampai tiga minggu, pada waktu tanaman mengeluarkan satu sampai dua helai daun baru.  Ranting-ranting kayu dan dedaunan dari pepohonan yang telah ditebang itu ditebar hingga merata sehingga diharapkan nantinya menjadi bahan penyubur tanama bila sudah menjadi lapuk.  Setelah tahap penanaman selesai dan pepohonan besar ditebang lalu dilanjutkan denganpembuatan pagar untuk mengamankan ladang dari serangan hama babi hutan.

1 komentar:

  1. thx buat tulisannya, sangat bermanfaat untuk pemahaman umum dan yang terpenting semoga memberikan pengethuan tentang adat, budaya, bahasa,kepada kaum muda mudi myos byak, khususnya bagian matahari terbit (bar oridek)

    BalasHapus